Akan tetapi saya tidak merasa terkurung seperti yang tadi saya bilang. Suami saya sudah memfasilitasi saya sebagai mana mestinya. Di luar dugaan, saya lebih merasa terfasilitasi dari sikap dan perilaku nya yang pertanggal 20 September 2014 sudah sah menjadi seorang suami. Saya tertegun ketika dia bersikap jauh berbeda dari pada saat kita berpacaran dulu. Sikap cuek nya sebelum jadi suami membuat saya gak berharap banyak terhadap beliau. Hehehe... Namun kenyataannya kini, suami saya begitu perhatian, sayang dan menunjukan betapa berharga nya saya. Padahal sebelumnya banyak sekali ketakutan-ketakutan saya. Ya, saya gak secantik penampilan pada saat berpacaran. Ketakutan saya itu lebih ke kekurangan fisik saya. Tapi ternyata dia engga banyak komentar buruk terhadap penampilan rumahan saya. Suami saya orangnya couch potato, seneng ngaso dan nonton tv. Acara favoritnya berita. Berita di TV pun kadang gak cukup, beliau kadang buka detik.com di iPad nya dan baca berita juga pada waktu yang sama. Yang saya suka, dia selalu bersikap kekanak-kanakan pada saat saya terlihat asik sendiri atau lende-lende ketika dia sadar membuat saya diem sendirian. Hehehe... Such a sweet.
Sikap-sikap spontan nya kadang bikin saya terharu. Suami saya tidak pernah membanggakan dirinya sendiri. Dia malah selalu mengingatkan saya untuk selalu rendah hati dan bersikap menyenangkan untuk orang lain. Pada awal-awal pernikahan, dia pernah bilang... "sekarang, aa udah punya dd, tinggal ibadah aja dimaksimalkan". Tapi itu gak cuma omdo atau omong doang, dia sungguh-sungguh melakukan apa yang dia katakan. Mulai besok, mau panas atau hujan sekalipun, dia pergi ke mesjid.
Pulang dari mesjid dan kena badai dadakan :D |
Suami saya tidak pernah mengeluh, ada kerjaan nya di kantor yang mungkin kurang enak, tapi dia selalu senyum pada saat datang ke rumah dan kembali bermanja-manja kepada saya. Kalo ada kabar bahagia dari kantor, sepulangnya dia dari kantor dia peluk saya dengan memasang wajah sumringahnya lalu mengajak saya sujud syukur.
Pada saat saya sakit, beliau mencoba tetap tenang dan siaga meskipun raut wajah penuh kecemasan. Memandikan saya, membuatkan saya sarapan sebelum pergi ke kantornya, rapi-rapi rumah, membopong saya untuk bangkit dari tempat tidur dan memeluk saya pada saat tidurnya.
Pada saat saya sakit, saya sering malu sendiri karena tidak bisa melakukan apa yang seharusnya seorang istri lakukan. Tapi beliau enggak pernah keberatan melakukan pekerjaan istrinya. Apalagi lagi sakit.
Tidak ada penyesalan bagi saya untuk selalu bersamanya dalam keadaan suka maupun duka. Pernikahan itu indah. Saya akan baca postingan ini pada saat saya merasa kurang enak dalam menjalani rumah tangga kami. It's like a notice for myself. :)
"God, I know he is the beautiful one. Please keep him for me. Until You pick us together."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar